Konsep percintaan yang sedang saya pelajari adalah mencintai tanpa
memiliki. Ya, saya memang terbiasa dengan konsep mencintai yang
memiliki, jadi kita bisa hidup bersama dengan orang yang dicintai. Apa
yang lebih membahagiakan dari hal tersebut, menemaninya sejak matahari
terbit hingga terbit lagi, menghabiskan sisa hidup kita bersamanya, dan
mendapat limpahan cinta darinya.
Jika mencintai tapi tak bisa memiliki, maka kemungkinannya bisa
dibagi dalam dua hal, yaitu saling cinta tapi tak bisa memiliki, atau
cintanya bertepuk sebelah tangan. Untuk yang saling mencintai, penyebab
tak bisa memiliki adalah yang dicintai sudah milik orang lain, tidak
mendapat restu orang tua, mementingkan ego sendiri-sendiri. Sedangkan
cinta bertepuk sebelah tangan, sudah jelas ada satu pihak yang merasa
keberatan jika terjalin hubungan.
Kita bahas yang pertama ya, karena untuk yang kedua saran saya sih
cari yang lain saja yang juga mencintai Anda. Bagaimana jika saling
cinta tapi tak bisa bersama. Pedihnya luar biasa. Hati sudah
meledak-ledak ingin bersatu dengan tambatan hatinya, tapi ada kaca yang
menghalangi. Bisa melihatnya, tapi tak bisa menyentuhnya dan merasakan
sentuhannya. Resiko dalam menjalani hubungan seperti ini adalah sakit
hati yang melanda,dan hati-hati berkembang jadi sakit jiwa. Bisa juga
sih kalau seseorang sudah ikhlas, maka yang dicintai bersama siapapun
atau melakukan apaun, dia bisa tetap tersenyum sambil berkata ‘Aku
bahagia untukmu’.
Memang ada yang bisa begitu?
Ada juga yang tak bisa memiliki, tapi sembari menunggu yang dicintai
mau, maka dia menjalin hubungan dengan yang lain. Misal menikah atau
berpacaran dengan orang lain yang sebenarnya tidak dicintainya. Jadi,
dia tidak menyia-nyiakan hidupnya, cintanya jalan paralel, dan let it
flow saja.
Jika hubungan sudah terjalin dengan yang lain, kemudian di tengah
hubungan ternyata ada seseorang di luar yang lebih layak dicintai, maka
konsep mencintai tapi tak memiliki ini juga sering digunakan sebagai
alasan diperbolehkannya hubungan ini.’Saya setia lo, makanya saya tetap
dengan pasangan resmi saya, meskipun hati ini sudah ada yang punya’.
Dua contoh terakhir, akan mengurangi kepedihan karena tak bisa
memiliki. Ya, karena ada seseorang di samping kita, yang entah tahu
entah tidak pasangannya telah menyewakan hatinya untuk orang lain. Kalau
lagi rindu yang dikecup ya pasangan resmi. Kalau lagi cemburu yang kena
getahnya juga pasangan resmi.
Sekarang, kalau kita memilih jalan itu,mencintai tanpa memiliki,
memangnya bisa ikut senang, saat incaran kita tertawa bahagia dengan
pasangannya? Memangnya tidak iri, kalau si pasangan bisa bebas menyentuh
incaran kita? Memang tidak sebal, melihat kemesraan mereka berdua?
Memangnya, mau menunggu sampai kapan? Kalau sadar akan resikonya, ya
teruskan saja. Tapi janji ya, tidak sakit hati. Tapi jika tidak tahan,
sebaiknya cari penggantinya. Memang bakal susah melupakannya, tapi
manusia bisa berubah. Jadi jika sekarang hati ini untuknya, suatu hari
bisa untuk orang lain yang tulus mencintai kita.
Apakah tidak mungkin suatu saat bisa bersama? Bisa saja, siapa yang
tahu nasib manusia. Namun sembari menunggu saat itu, apakah tidak lebih
baik memberi cinta kita pada orang-orang terdekat? Jangan berusaha
memiliki yang belum dikendaki Tuhan, bisa-bisa Tuhan membatalkan
rencananya untuk menyatukan kita.
Memang tidak boleh? Ya boleh saja, tergantung yang menjalani.
Hubungan yang tidak mengikat tentu saja tidak punya tujuan, tapi memberi
kenikmatan pada pelakunya. Sama-sama suka, sama-sama menikmati
sensasinya, tapi tidak melakukan apa-apa. Yah, ‘hanya’ menyerahkan hati
saja. Hubungan yang tidak akan kemana-mana, jika Tuhan tidak ikut campur
menyelesaikannya. Dosa? Tanya saja pada hati nurani, ada perasaan
bersalah atau tidak. Jika kita harus menutupinya dari pasangan resmi,
itu sudah masuk kategori bersalah. Jika kita tidak rela pasangan kita
melakukan hal yang sama, itu juga masuk kategori bersalah.
Huaaahaha, membahas beginian capek juga ya. Susah mencari titik temunya.
Tapi semoga kita bisa memilih yang terbaik untuk kita, tidak menjadi
korban perasaan, apalagi berkorban untuk sesuatu yang sia-sia.
No comments:
Post a Comment